Kami berbicara tentang perubahan alam yang
memang semakin menghawatirkan. Baru-baru ini isu global warming naik pamor. setiap orang membicarakannya dan tak
jarang yang takut karenanya. Di televisi, isu ini santer diperbincangkan hingga
banyak pengiklan mencantumkan label "hijau" dalam iklannya. Itu di
televisi, di dunia betulan isu global warming tak membuat kerusakan alam berhenti.
Mungkin belum.
Sebut saja kerusakan akibat kebijakan
pemerintah sebagai contoh. Baru-baru ini ada program bantuan untuk kelompok
tani di kabupaten Ciamis (mungkin juga di kabupaten lain). Program bantuan ini
harus dibelanjakan untuk kebutuhan petani. Dari mulai jenis racun hingga
mereknya sudah ditentukan. Padahal, secara ilmiah, penggunaan racun atau
pestisida buatan dan bukan organik adalah musuh lingkungan, berbahaya! Tetapi
kebijakan itu justru berasal dari Dinas Pertania, institusi yang semestinya
berada di garis terdepan dalam pemanfaatan sekaligus pemeliharaan lingkungan.
Selain pestisida, pupuk kimia anorganik juga
menjadi andalah pemerintah dalam upaya peningkatan produksi. Padahal ada banyak
cara terbaru yang bisa dilakukan dalam upaya mendobrak hasil produksi. Misalnya
system rise of intensification (SRI)
yang ramah dan tidak perlu menggunakan tambahan pupuk anorganik. Lagi-lagi,
program pemerintah ini bertentangan dengan isu yang sedang santer dibicarakan
tentang lingkungan. Kebijakan yang malah memperparah kondisi bumi yang sedang
memanas.
Jika kita mau sedikit rela "ngorehan" ayat Al-Quran yang
menjadi bacaan wajib mayoritas warga Ciamis, terdapat ayat "wa al ardha wadha'aha lil anaam" (Dan planet bumi yang
diciptakan oleh Tuhan untuk kepentingan seluruh spesies). Rasanya pesan itu
sudah jelas, jentreh. Bahwa bumi
begitu pula dengan segala isinya, adalah untuk kepentingan seluruh spesies.
Maka sekali saja pestisida disemprot, populasi satu spesies bisa terganggu,
maka rantai makanan bakal terputus. Itu artinya, tindakan manusia merebut hak
spesies lain.
Terlampau banyak contoh sebetulnya, begitu juga
dengan wahyu Tuhan, berbicara tentang kelestarian lingkungan sebagai penuntun
manusia yang masih butuh bimbingan untuk memelihara alam agar lestari untuk
ditinggali. Hanya saja, kita kadang bergeleng kepala melihat sebagian dari
kita, apalagi institusi yang kita percaya, malah merusak apa yang kita punya
sekarang dan seterusnya.
Sambil mengelus dada, pembicaraan di warung
kopi itu pun berakhir. semoga pembicaraan ini sampai kepada siapa saja yang
peduli pada lingkungan yang kita huni bersama-sama ini. Lantas perlahan
mengubahnya menjadi lebih baik.
Ai Nurhidayat
Pegiat Komunitas
Aktif di Yayasan Ecological Farming
(ecofarm-jb)