Menyikapi Perubahan Zaman

(Pernah dimuat di harian Kabar Priangan)

Beruntunglah mereka yang berusia di atas 12 tahun. Selain sempat merasakan hidup di dua abad dan dua milenium, mereka mungkin mengalami masa-masa dimana hidup kian berbeda dengan dan tanpa internet.

Karena itulah lantas saya bersyukur, betapa kemajuan memang selalu bergerak maju. Hanya tindakan bodoh dan siap-sialah yang menyesali perubahan. Hukum perubahan, menurut saya adalah bukti bahwa ada kemajuan, proses, dinamika serta tantangan baru. Termasuk di dalamnya, soal perubahan cara berkomunikasi.

Sebagai generasi yang lahir di akhir milenium kedua dan tumbuh muda di awal milenium ketiga, saya merasakan betul akibat perpindahan zaman, salah satunya dengan munculnya internet. Dengannya dunia semakin berwarna. Bisa jadi lebih mudah, tetapi bisa juga lebih rumit. Dengan maraknya penggunaan internet di awal abad 20 ini, komunikasi semakin mudah, sekaligus memberi kemungkinan "mendekatkan" atau "menjauhkan" antar sesama kita.

Saya masih ingat di awal tahun 2000 - 2001, di kota Ciamis saja baru ada satu warung internet. Lokasinya dekat trafic light Lokasana. Sulit sekali rasanya untuk merasakan kegelimangan harta melalui internet. Tetapi kini, dua belas tahunan berikutnya, warnet marak dimana-mana. Bahkan di setiap "tikungan jalan". Membuka kesempatan bagi warga masyarakat seluruhnya, untuk ikut memanfaatkan produk peradaban ini.

Bagi para pelajar atau pemuda seperti saya, atau mereka yang lahir setelah Saya, internet bukan lagi istilah asing. menggunakannya tak lagi canggung. Bagi yang lain, ini adalah jendela dunia. Bagi pelajar, ini adalah sarana yang memungkinkan terjadinya revolusi belajar. Melalui ketersediaan informasi pada situs-situs berita atau situs jejaring sosial, nyaris membuat proses pembelajaran di sekolah kian kuno dan harus segera direvolusi. Tentu saja revolusi itu perlu "syarat" yaitu dengan cara memilah: Yang lampau tetapi masih relevan, ambil! Yang baru dan bagus buat peradaban, cepat manfaatkan! Di luar itu, tinggalkan saja. "Syarat" ini mirip kalimat ushul fiqh : Al muhafadlotu 'ala al qodiimi al shalih, wa al ahdu li al jadiidil ashlah.

Kurang lebih seperti itulah cara yang paling realiatis menyikapi perubahan zaman. Akan ada banyak perubahan lain. Perubahan cara berpikir, bersikap, bertingkahlaku, dan perubahan lainnya. Hanya memang, perubahan-perubahan mau bagaimanapun bentuknya, tetap tak bakal berarti apa-apa tanpa ada upaya refleksi. Jadi, relakanlah sebagian waktu untuk berefleksi.

Ai Nurhidayat
Pegiat Komunitas

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »