Jangan Panggil ‘mereka’ Hama



Barangkali sering kita dengar istilah "Hama". Para petani beserta pembelajar ilmu alam memiliki definisi singkatnya: penjahat tanaman. Belakangan sering disejajarkan dengan istilah penyakit. Hama juga dikenalkan sebagai pengganggu hewan peliharaan. Karenanya selalu terkutuk.

Hama adalah sekelompok mahluk hidup yang mengurangi produktifitas tanaman. Para pegawai dinas pertanian beserta penjual pestisida lebih mengartikannya sebagai mahluk yang mengganggu, yang oleh karenanya harus dibasmi.

Saat menjumpai komunitas tani di kabupaten Sumedang, saya baru menyadari bahwa istilah "hama" ternyata tak sekedar istilah. Karena ada istilah itu, prilaku petani terhadap mahluk yang dianggap "hama" ternyata tidak ramah lingkungan. Keberadaannya sebagai mahluk "terkutuk" membuat para petani bergegas membeli racun untuk membunuh dan melenyapkannya. Padahal, mahluk itu pemakan tanaman yang tak berdosa. Tuhan sudah mengaturnya sedemikian rupa sehingga dengannya ekosistem menjadi seimbang.

Tapi bagi petani, tentu saja yang masih belum sadar soal ekologi, menggunakan bahan kimia anorganik untuk membunuh dan melenyapkan mahluk itu sepertinya sudah lumrah. Bahkan jika menyaksikan banyak organisme terkapar di ladang, seketika ucapan yang keluar "alhamdulillah". Lagi-lagi penggunaan istilah yang tidak tepat terjadi di sini. Setelah membunuh organisme yang juga mahluk Tuhan, malah bersyukur. Sebuah potret keganasan manusia terhadap mahluk lain.

Lantas bagaimana? Setidaknya pertanyaan itu membuat kita kembali berpikir. Bayangkan jika kerusakan ekosistem akibat ketidakmampuan petani dalam menanggulangi organisme pemakan tanaman terus berlangsung. Akan ada organisme yang punah karena teracuni atau mangsanya teracuni oleh pestisida anorganik. Generasi berikutnya bisa jadi hanya mewarisi alam rusak yang tak lagi seimbang. Bencana bisa muncul dimana-mana. Jika sudah seperti itu, berarti kita lah yang harus mempertanggungjawabkannya kelak.

Mumpung ada waktu. Mumpung banyak cara yang bisa dilakukan. Mumpung masih ada kesempatan untuk menyadari dan memperbaiki alam agar tetap lestari, kita tidak bisa menunggu. Sedini mungkin, jauhi penggunaan racun dan bahan kimia anorganik yang dapat melenyapkan organisme pemakan tanaman. Kendalikan saja pemakan tanaman salah satunya menggunakan metode sistem tanam intensifikasi. Setelah itu ganti semua prilaku bertani dengan yang ramah lingkungan. Pupuk organik serta pestisida nabati yang mudah dibuat itu.

Hilangkan istilah "hama" di kepala kita agar kita tak membuat musuh baru. Lingkungan bukanlah musuh, malah kehadirannya bermanfaat untuk semua.  Dengan begitu barulah kita pantas berucap alhamdulillah, karena upaya itu adalah upaya terbaik untuk melestarikan alam. Tanggungjawab kita mengelolanya kini dan selanjutnya.

Ai Nurhidayat
Pegiat Komunitas
Aktif di komunitas ecological farming (ecofarm-jb)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »