Diskriminasi di Sekolah


Tempo hari saya sempat kaget mendengar kawan yang bercerita tentang keadaan yang dialaminya. Saudara kandung dan seorang sepupunya masuk di sekolah ternama. Di kawasan itu, kualitas sekolah memang tidak diragukan. Tetapi pada hal pembiayaan, membuat orang tua beserta kakak-kakaknya tercekik. Ringkasnya, biaya sekolah terlalu mahal.
Ada memang beasiswa berupa potongan harga bagi orang yang super jenius dan atau tidak mampu. Tetapi seleksi kemampuan dan seleksi administratif paling mungkin dilewati beberapa orang saja yang punya kemampuan di bidang yang diujikan.

Awalnya saya hanya menanggapi dengan santai mengingat fenomena sekolah bagus dan mahal di mata masyarakat menjadi hal wajar. Sejak dahulu saya sekolah, saya menganggap hal itu bukan masalah besar. Sebuah konsekuensi yang logis. Jika sekolah ingin bagus, fasilitas harus bagus dan butuh biaya besar untuk membelinya. Guru harus dibayar mahal agar dapat mengajar dengan serius dan fokus tanpa harus memikirkan 'dapur'nya. Layanan pendidikan harus dibiayai besar agar memenuhi standar operasional. Dan seterusnya.
Tidak dengan sekarang.

Bagi saya sekolah mahal saja sudah bagian dari diskriminasi. Apalagi ada beasiswa bagi sebagian siswa, itu juga diskriminasi. Dimana letak diskriminasi yang dimaksud?
Sekolah memang membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan operasional, pemenuhan kesejahteraan guru dan menyediakan layanan. Tetapi mahalnya sekolah seharusnya tidak diarahkan kepada orang tua siswa. Ya, pendidikan adalah tanggungjawab orang tua, masyarakat dan pemerintah (pusat dan daerah). Akan tetapi membuat aturan pembiayaan yang besar dapat menutup akses sebagian orang tua yang pendapatan tiap harinya saja menghawatirkan.
Argumen sederhana ini layak dipikirkan ulang oleh para pemerhati pendidikan. Biaya sekolah yang mahal dan rata adalah penghinaan bagi fakta masyarakat yang penghasilannya berbeda-beda. Tidak semua pekerjaan dibayar sama dan mahal seperti PNS atau pegawai yang posisinya sudah level atas. Penghasilan berbeda-beda itu justru seharusnya menjadi alasan kuat agar sekolah tidak berbuat angkuh dengan standarnya sendiri.

Fakta kemiskinan sudah seharusnya menjadi pertimbangan juga kenapa sekolah harusnya tidak menerapkan biaya yang mahal. Mahal adalah angka relatif yang hanya bisa dirasakan oleh 'pembeli'. Tetapi di alam yang masih ada laut ini, orang yang berpenghasilan setara $2 saja jumlahnya banyak. Ditambah status yang hampir miskin, di atas $2 tetapi masih belum aman. Tentu kita tak bisa berkelit lagi. Biaya sekolah mahal sudah pasti diskriminatif bagi mereka yang penghasilannya tak banyak.
Begitu juga dengan sekolah yang memberlakukan beasiswa bagi sebagian siswanya. Ditambah dengan seleksi yang hanya bisa ditembus beberapa orang saja. Sementara siswa lain harus membayar. Bagi saya hal itu diskriminatif dan melecehkan latar belakang siswa.
Bukankah kita sadar potensi dari setiap siswa berbeda-beda? Karena beda, tentu saja siswa yang bakatnya berbeda tidak bisa dinilai dengan soal yang sama. Apalagi untuk memberinya beasiswa. Kok bisa?
Bersambung...

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »