Menghargai Pikiran



Setelah sekian lama belajar formal sejak SD, MTs, SMA hingga menjadi mahasiswa seperti sekarang ini, saya lagi-lagi harus insyaf tentang berbagai hal. Satu diantaranya menginsyafi keberadaan pikiran. Terkadang, pikiran dibuat menganggur atau disalahgunakan.

Bermula dari bacaan yang ditulis "Bapak Republik Indonesia" Tan Malaka berjudul Madilog. Akronim dari Materialisme, Dialektika dan Logika. Buku itu adalah satu dari banyak buku yang dikarangnya. Berisi tentang pedoman cara berpikir yang bisa dibilang rintisan di Indonesia. Saya membacanya sejak pertengahan tahun 2007. Hingga kini memiliki tradisi membaca ulang buku itu setahun sekali. Hanya untuk kembali memastikan agar isi buku itu tidak terlupakan.

Madilog bukan sekedar bacaan. Buku itu juga memiliki peran sejarah yang cukup besar. Ditulis ditengah peristiwa kemerdekaan, buku itu lantas dibaca oleh para tokoh terdahulu. Hanya di periode Orde Baru pernah menghilang akibat dilarangnya buku-buku yang berbau "kiri". Buku cara berpikir malah dianggap "kiri" oleh orang waktu itu. Menyaksikan peristiwa pelarangan itu terkadang lucu.

Setelah sekian lama menghilang dan hanya bisa dinikmati sembunyi-sembunyi, setelah reformasi, buku itu kembali dicetak ulang. Saya adalah orang yang terlambat lahir dan telat mengenal isinya. Tetapi karena buku itu, saya bisa lebih menghargai pikiran sendiri.

Bahwa pikiran perlu dilatih agar bisa tetap lincah beroperasi. Cara terbaik mensyukuri anugrah model pikiran ini adalah dengan mencoba menggunakannya dalam pencarian dan perolehan informasi baru, mengolah informasi yang sudah ada, menggunakannya, hingga melakukan evaluasi yang bersifat refleksif. Setelah itu kembali lagi secara sirkuler. Ilmu pendidikan menyebutnya daur ulang belajar, atau belajar sepanjang hayat.

Begitulah pikiran, seperti yang dituturkan Tan Malaka, semakin dilatih semakin baik dan berguna. Pertanyaan yang cukup penting untuk saat ini adalah, apakah kita sudah menggunakan pikiran dan melatihnya? Tentu saja jawabannya terserah sidang pembaca.

Terkadang kita melupakan cara bagaimana meletakan peran penting pikiran dalam kehidupan kita. Kadangkala pikiran kita malah dibiarkan tercampuri dengan hal mistis, tidak digunakan untuk berpikir yang dalam hingga tahap hikmah kebijaksanaan (filosofis). Kita juga lupa dalam menggunakan pikiran untuk hal-hal sederhana dalam berhitung dan mengukur sesuatu. Kita bahkan abai dengan kesimpulan yang tidak sesuai dengan logika yang lurus. Kadang kita menyikapi segala persoalan lepas dari pikiran kita hingga tak mau lagi meneruskan aktivitas belajar.

Jika kejadian seperti itu, patutlah bangsa ini terasa "gelap" padahal "kunci terang" ada di kepala masing-masing. Terlampau banyak hal yang tak mampu diselesaikan secara benar baik sendiri maupun kolektif. Hampir bisa dipastikan, penyebabnya karena kita mengabaikan pikiran kita sendiri. Karena itu, mulai sekarang mari kita melatihnya lagi.

Ai Nurhidayat
Pegiat Komunitas


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »