.jpg)
Dadang tidak sendiri. Ada 14
penderes lain yang sudah memproduksi gula organik di sekitar rumahnya. Semuanya
terkumpul dalam kelompok penderes yang diberi nama Kaboek. Dalam bahasa
sehari-hari Kaboex artinya terbeberkan atau transparan.
Menjadi penderes baginya
merupakan berkah tersendiri di tengah penderes lain yang menganggap pekerjaan
kutukan. Meskipun bukan merupakan cita-citanya sejak kecil. Kegiatan memanjat
dan memasak nira hingga menghasilkan gula sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Ia menjual hasil produksinya. Setelah diuangkan, Dadang barulah bisa
berbelanja. Siklus seperti itu ia jalani sejak 15 tahun silam.
Setelah dinobatkan sebagai ketua
kelompok Kaboex, Dadang belajar memimpin penderes lain. Baginya, pengalaman
menjadi ketua adalah pengalaman pertama. Sebelumnya, ia tidak pernah menjadi
ketua di organisasi manapun. Bahkan, dadang tidak pernah berkecimpung dalam
kelompok tani atau kelompok lain.
Kelompok Penderes memang fenomena
baru. Di Kabupaten Pangandaran tempat dimana Dadang menderes sekaligus menjual
gula kelapa, kelompok penderes yang terorganisir baru dimulai 2012 lalu. Di
Desa Pajaten Kecamatan Sidamulih, kelompok Penderes yang kini anggotanya
menjadi pemandu kelompok Kaboek adalah kelompok pioneer. Berbagai pengalaman
sulit dialami oleh kelompok penderes. Satu diantaranya legalitas.
Pada mulanya, kehadiran kelompok
penderes tidak diakui oleh pemerintahan. Jangankan diberi bantuan, kelompok
penderes malah sulit ditempatkan. Menjadi kelompok tani, penderes tidak lazim.
Sebab, gula kelapa bukan komoditas pertanian. Menjadi produk perkebunan, gula
kelapa juga tidak termasuk, alasannya hasil kebun yang diakui pemerintah hanya
kelapa saja. Apalagi kelompok usaha industri, jelas dianggap taka ada kaitan.
Padahal, pendapatan dari pajak gula kelapa saja sudah miliaran dan mengalir di
kas pemerintahan daerah.