Sepulang dari Bali

Sepulang dari Bali
Seminggu malamku ditelan angin pulau dewata. Gelisah hati terjawab begitu saja tatkala merasakan atmosfir bali yang begitu panas, lekat bergaram.

Hal ironis terjadi di kota yang dipenuhi dengan ribuan pepohonan ini. Kehidupan hedonis segera kutangkap, ketika kusapa orang-orang yang sudah terlanjur apatis.

Bagaimana aku memulai cerita ini? Entahlah, aku pikir tujuan pertamaku ke pulau ini hanya menghadiri Tribunal Justice, sebuah konfrensi tandingan United Nation For Climate Change Conferention (UNFCCC). Sebuah pesta 'pemberontakan' dikala pesta besar kaum kapital berlangsung. Sedemikian parahkah? Lebih dari itu, kebodohan pemerintahan kita nampaknya tak juga enyah dari prilakunya. Dengan mudah indonesia diperalat dengan uang bonus dan pujian atas pemeliharaan dunia. Konon saat ini paru-paru dunia berada di hamparan pulau Indonesia, sementara negara maju dengan bebas membuang emisinya secara besar-besaran.
Kira sepintas, sebuah pertanggung jawaban dari pabrik-pabrik penghancur dunia dimulai di sini. Ternyata perdagangan karbon toh yang mereka targetkan. Sialan, kiamat tinggal beberapa hari lagi.

Aku muak dengan Pemerintahan Indonesia!
Sampaikan salam benciku pada presidenmu kawan! aku kepalkan tangan kiriku untuk kebodohannya.